/* embed JW Player Code */ /* embed JW Player Code */

Minggu, 23 Juni 2013

Jangan Lupakan Bulan Sya’ban

“Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Ia adalah bulan yang diangkat oleh Tuhan amal-amal. Aku ingin diangkat amalku ketika aku sedang berpuasa.” (HR An-Nasa’i dari Usamah).

Nishfu Sya’ban adalah hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban (15 Sya’ban). Nishfu artinya setengah atau seperdua, dan Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam perhitungan tahun Hijriyyah. Kata Sya’ban berasal dari kata syi’ab (jalan di atas gunung). Dikatakan Sya’ban karena pada bulan itu ditemui berbagai jalan untuk mencapai kebaikan.

Malam Nishfu Sya’ban dimuliakan karena pada malam itu dua malaikat, yakni Raqib dan Atid, yang mencatat amal perbuatan manusia sehari-hari, menyerahkan catatan-catatan amal tersebut kepada Allah SWT. Pada malam itu pula catatan-catatan itu ditukar dengan yang baru. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Ia adalah bulan yang diangkat oleh Tuhan amal-amal. Aku ingin diangkat amalku ketika aku sedang berpuasa.” (HR An-Nasa’i dari Usamah.)

Di samping itu, pada malam Nishfu Sya’ban turun beberapa kebaikan dari Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya yang berbuat baik pada malam tersebut. Kebaikan-kebaikan itu berupa syafa’at (pertolongan), maghfirah (ampunan), pembebasan dari adzab, dan sebagainya. Dengan demikian, malam Nishfu Sya’ban antara lain dinamakan juga malam syafa’at, malam maghfirah, dan malam pembebasan.

Sehubungan dengan malam Nishfu Sya’ban yang dinamakan juga malam syafa’at, Al-Ghazali mengatakan, “Pada malam ke-13 Sya’ban, Allah SWT memberikan kepada hamba-hamba-Nya sepertiga syafa’at, pada malam ke-14 diberikan-Nya pula dua pertiga syafa’at, dan pada malam ke-15 diberikan-Nya syafa’at itu penuh. Hanya yang tidak memperoleh syafa’at itu ialah orang-orang yang sengaja hendak lari daripada-Nya sambil berbuat keburukan seperti unta yang lari.”

Malam itu juga disebut malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan ampunan-Nya kepada segenap penduduk bumi. Di dalam hadits Rasulullah SAW dijelaskan, “Tatkala datang malam Nishfu Sya’ban, Allah memberikan ampunan-Nya kepada penghuni bumi, kecuali orang yang syirik dan berpaling dari-Nya.” (HR Ahmad).

Selain itu malam Nishfu Sya’ban juga disebut malam pembebasan, karena pada malam itu Allah SWT membebaskan manusia dari siksa neraka. Sabda Nabi SAW di dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Ishak dari Anas bin Malik, “Wahai Humaira (panggilan sayang untuk Asiyah RA), apa yang engkau perbuat pada malam ini? Malam ini adalah malam Nishfu Sya’ban, Allah memberikan kebebasan dari neraka laksana banyaknya bulu kambing Bani Kalb, kecuali (yang tidak dibebaskan) enam, yaitu orang yang tidak berhenti minum khamr, orang yang mencerca kedua orangtuanya, orang yang membangun tempat zina, orang yang suka menaikkan harga (secara aniaya), petugas cukai yang tidak jujur, dan tukang fitnah.” Dalam riwayat lain disebutkan tukang pembuat patung atau gambar sebagai ganti petugas cukai.

Salah satu amal yang biasa dilakukan sebagian orang pada malam Nishfu Sya’ban adalah shalat sunnah Nishfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat. Namun itu ditentang keras oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab (Kumpulan Penjelasan tentang Buku Al-Muhazzab). An-Nawawi memandang, hadits-hadits yang menerangkan shalat tersebut adalah hadits maudu’ (hadits palsu). Oleh karenanya, melaksanakan shalat tersebut adalah bid’ah. Apa yang diungkapkan Imam Nawawi diikuti pula oleh Sayyid Abu Bakar Syata Ad-Dimyati (ahli tasawuf) dalam kitabnya I’anat At-Talibin.


Empat Bulan

Habib Abdurrahman Basurrah, salah satu tokoh Arrabithah Alawiyyah, menuturkan, dalam dua belas bulan yang kita kenal dalam penanggalan Hijriyyah ada empat bulan yang dikenal dengan nama Asharul Hurum. Empat bulan yang diharamkan oleh Allah SWT untuk berbuat hal yang tidak baik dan fadhilahnya bagi yang berbuat baik dalam empat bulan ini sangat luar biasa. Bulan-bulan tersebut adalah bulan ketujuh yaitu Rajab, bulan ke sebelas yaitu Dzulqa’dah, bulan kedua belas yaitu Dzulhijjah, dan bulan pertama yaitu Muharram.

Empat bulan ini sangat dihormati dalam Islam, sampai orang yang berperang pada waktu itu harus menghentikan peperangan untuk menghormati keempat bulan ini.

Saat ini kita berada di akhir bulan Rajab, semakin banyak kegiatan keagamaan, seperti khataman Bukhari dan berbagai kegiatan lainnya. Kita akan menghadapi bulan Sya’ban, dan Rasulullah SAW menyuruh kita lebih mempersiapkan diri pada bulan Sy’aban. Mengapa? Karena bulan Sya’ban ini adalah bulan persiapan untuk memasuki Ramadhan.

Sebenarnya 12 bulan itu bulan Allah semua, tetapi mengapa dikhususkan untuk berbuat lebih banyak kebaikan pada bulan tertentu? Karena pada bulan-bulan itu terjadi hal-hal yang bisa dijadikan dasar untuk memuliakan, walaupun semuanya itu sudah perintah Allah SWT.

Misalnya, apa yang terjadi pada bulan Sya’ban. Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengingatnya, yaitu dijadikannya Ka’bah sebagai kiblat shalat, sebelumnya kiblatnya adalah Baitul Maqdis. Sampai suatu saat Rasulullah SAW merasa alangkah baiknya kiblat itu menghadap ke arah Ka’bah. Jadi bertolak belakang dengan Baitul Maqdis. Dan perpindahan kiblat itu terjadi pada bulan Sya’ban.



Terjadinya tahwilul Ka’bah, dijadikannya Ka’bah sebagai kiblat shalat, pada bulan Sya’ban. Masa-masa sebelum perpindahan kiblat itu Rasulullah SAW menunggu kapan turunnya wahyu berkenaan dengan keinginan beliau agar kiblat pindah ke Ka’bah. Akhirnya pada bulan Sya’ban turun Malaikat Jibril AS membawa wahyu perintah dari Allah SWT agar berpaling dari Baitul Maqdis dan menjadikan Ka’bah sebagai kiblat. Turunnya perintah ini pada bulan Sya’ban. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 144, “Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang diberi Kitab Taurat dan Injil memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Allah SWT selalu mengabulkan apa-apa yang diinginkan oleh Rasulullah SAW, termasuk keinginan untuk memindahkan kiblat. Bahkan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dikatakan, Allah SWT belum ridha sebelum Rasulullah ridha.

Kapan tepatnya pemindahan kiblat itu ke Ka’bah? Perintah pindahnya kiblat itu terjadi pada pertengahan Sya’ban. Oleh sebab itu Nishfu Sya’ban diagungkan oleh umat Islam.

Amal-amal kita pada bulan-bulan sebelum Sya’ban terekam, dan diangkat ke langit pada bulan Sya’ban.
Usamah bin Zeid bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu puasa lebih banyak daripada pada bulan Sya’ban, kenapa?”

Rasulullah SAW menjawab, “Bulan Sya’ban adalah bulan yang memalingkan, sehingga orang sering lupa. Karena Rajab pahalanya sudah luar biasa, begitu juga nanti Ramadhan. Sebenarnya pada bulan Sya’ban segala amal diangkat ke hadirat Allah SWT dan aku ingin ketika amalku diangkat aku dalam keadaan berpuasa.” (Hadits riwayat Nasa’i).

Rasulullah SAW rutin berpuasa dalam bulan Sya’ban. Bahkan, karena fadhilahnya yang begitu besar, beliau memperbanyak puasanya pada bulan Sya’ban. Malah dalam hadits riwayat Anas bin Malik dikatakan, dalam bulan-bulan lain memang Rasulullah juga berpuasa, tapi tidak penuh, terkecuali dalam bulan Sya’ban. Jadi Rasulullah SAW berpuasa dua bulan, yaitu Sya’ban dan Ramadhan.

Namun Aisyah RA berkata bahwa ia tidak pernah melihat Rasulullah penuh berpuasa selain Ramadhan dan paling banyak berpuasa selain Sya’ban. Jadi kedudukan puasa Sya’ban ini di bawah Ramadhan, hukumnya sunnah, sedangkan puasa Ramadhan hukumnya wajib. Puasa bulan Sya’ban bertujuan untuk mengagungkan Ramadhan, li ta’dhim Ramadhan.

Hadits riwayat Abu Daud: Siti Aisyah mengatakan, bulan yang paling dicintai Rasulullah itu bulan Sya’ban, selain Ramadhan. Mungkin memang pernah Rasulullah tidak penuh berpuasa selama bulan Sya’ban, tapi terus dilanjutkan ke bulan Ramadhan. Ini menunjukkan betapa sangat besar fadhilah bulan Sya’ban.

Dalam satu riwayat juga dikatakan, Sayyidina Ali RA keluar pada malam Nishfu Sya’ban. Pandangannya terus tertuju ke langit. Nabi Daud AS juga keluar pada malam itu. Mereka yang berdoa dikabulkan. Tidak ada orang yang beristighfar terkecuali dia diampuni oleh Allah SWT.

Hadits lain yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam sunnahnya, tidak ada suatu malam yang lebih utama selain Lailatul Qadar kecuali malam Nishfu Sya’ban, karena Allah SWT pada malam itu memberikan perhatian-Nya yang lebih ke langit dunia, mengampuni hamba-Nya yang meminta ampun, kecuali mereka yang musyrik, orang yang mencari pertentangan, dan orang yang memutuskan silaturahim.

Oleh karena itu, pada malam Nishfu Sya’ban kita dianjurkan lebih banyak beribadah, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, agar memperoleh rahmat Allah SWT.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ali dari Rasulullah SAW, kalau berjumpa dengan malam Nishfu Sya’ban, kita diperintahkan untuk menghidupkan malam itu. Berpuasalah pada hari itu. Karena sebenarnya Allah SWT turun dengan rahmat-Nya. Orang-orang yang beristighfar akan diampuni, yang meminta rizqi akan diberi. Allah SWT membuka pintu-Nya. Mereka yang sakit akan disembuhkan. Malam itu sampai fajar subuh penuh rahmat.

Namun amalan yang dilakukan untuk mendapatkan rahmat itu bisa tertolak karena melakukan dosa besar. Di antaranya, pertama, syirik. Kedua, membunuh sesama muslim tanpa hak. Ketiga, berzina.

Tentang keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini, terdapat beberapa hadits yang menurut sebagian ulama shahih. Di antaranya hadits Aisyah RA, "Suatu malam Rasulullah SAW shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil Allah. Karena curiga, aku gerakkan telunjuk beliau, dan ternyata masih bergerak.

Setelah usai shalat, beliau berkata, ‘Hai Aisyah, engkau tidak dapat bagian!’

Lalu aku menjawab, ‘Tidak, ya Rasulullah, aku hanya berpikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada), karena engkau bersujud begitu lama.’

Lalu beliau bertanya, ‘Tahukah engkau, malam apa sekarang ini?’

‘Rasulullah yang lebih tahu,’ jawabku.

‘Malam ini adalah malam Nishfu Sya'ban, Allah lebih mengawasi hamba-hamba-Nya pada malam ini, Dia mengampuni mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang, dan menyingkirkan orang-orang yang dengki’.” (HR Baihaqi).

Demikianlah malam Nishfu Sya’ban, yang sering terlupakan, karena diapit oleh dua bulan yang paling mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. Semoga kita bisa memaksimalkan ibadah sehingga meraih keutamaannya, seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT. Sesungguhnya Dia Maha Menepati janji.

TAK ADA YANG ABADI Fatin Shidqia Lubis - X Factor Indonesia - 03 MEI 2013 HDTV

Kajian Rutin Muslimah Ar Raudhah 6 juni 2013

Kajian Rutin Ar Raudhah 14 Juni 2013 Keutamaan Bulan Ramadhan - Habib Novel bin Muhammad Alaydrus

Peta Terlihatnya Bulan Sabit Awal Sya’ban 1434 H

Bulan Sya’ban tahun 1434 Hijriyah akan segera mengunjungi kita. Seperti biasa, bulan dalam islam diawali dengan penampakan hilal atau terlihatnya bulan sabit. Bulan baru astronomis (ijtima‘) untuk Sya’ban 1434 H terjadi pada hari Sabtu, 8 juni 2013 jam 15:56 UT atau jam 22:56 WIB. Pada Sabtu petang, tidak akan ada yang bisa melihat bulan sabit baru ini di seluruh dunia.

Pada petang hari Ahad, 9 Juni 2013, wilayah Amerika Selatan dan Tengah serta sebagian Amerika akan bisa melihat bulan sabit Sya’ban ini dengan mudah. Untuk wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan bulan sabit hanya akan bisa dilihat jika cuaca amat cerah atau dengan bantuan alat optis (teropong atau teleskop).

Di Indonesia, ketinggian bulan sabit pada petang hari Ahad, 9 Juni 2013 sudah mencapai sekitar 8 derajat saat matahari terbenam. Meskipun sebagian perhitungan menyatakan sudah imkan ru’yat (bisa dilihat) namun peta di bawah ini menunjukkan kesulitan yang akan dihadapi para perukyat hilal di Indonesia. Kita tunggu laporannya.

Pada Senin petang keesokan harinya, barulah bulan sabit bisa dilihat dengan mudah di seluruh dunia.

Peta Kemungkinan Terlihatnya Hilal Sya’ban 1434 H


Crescent moon visibility map for Sha'ban 1434 H

Crescent moon (hilal) visibility map on the evening of Sunday, June 9, 2013. This crescent marks the beginning of the islamic month of Sha’ban the year 1434 Hijra. The crescent moon will be sightable easily from South and Central America. People in Africa and Asia will need optical aids to find the moon.
Awal Bulan Sya’ban 1434 H

Menurut perhitungan yang hasilnya tertuang dalam berbagai kalender hijriyah, awal bulan Sya’ban 1434 H adalah sebagai berikut:
  • Ummul Qura, Arab Saudi: 10 Juni 2013
  • Lajnah Falakiyah NU: 10 Juni 2013 (isti’mal, penggenapan 30 hari bulan Rajab)
  • PERSIS: 10 Juni 2013 (perhitungan imkanur ru’yat)
Sumber *

Amalan-amalan Pada Malam Nisfu Syaban

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....
Bismillahirrahmaanirrahiim....

Berikut adalah Pendapat yang dikemukakan oleh Habib Munzir Al Musawwa tentang Amalan-amalan yang dilakukan di Malam Nisfu Syaban:

Doa di malam Nisfu Sya’ban adalah sunnah, dan memang jelas riwayat dimalam itu adalah ditentukannya takdir2 ketentuan kita hingga 15 sya’ban yg akan datang, walaupun pendapat terkuat adalah malam lailatulqadar, demikian dijelaskan pd Tasfir Imam Attabari, tafsir Imam Ibn Katsir, Tafsir Imam Qurtubi dll.maka doa di malam itu adalah amal yg mulia, namun mengenai membaca Yaasiin 3x itu adalah saran para ulama, jika hal itu dikatakan bid;ah maka hal itu adalah bid;ah hasanah, sebagaimana banyak bid;ah2 hasanah yg juga dilakukan oleh para sahabat ra, karena telah diperbolehkan oleh Rasul saw dg hadits beliau saw :

“Barangsiapa membuat kebiasaan baru berupa kebaikan maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya, dan barangsiapa yg membuat kebiasaan buruk berupa kebaikan maka baginya dosanya dan dosan orang yg mengamalkannya” (Shahih Muslim hadits no.1017).maka pelarangan akan hal ini adalah hal yg salah dan batil.

Mengenai doa dimalam nisfu sya’ban adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits2 berikut :
Sabda Rasulullah saw : “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)berkata Aisyah ra : disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319). dengan fatwa ini maka kita memperbanyak doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan dimanapun, bila mereka melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya?

Bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka alangkah bodohnya mereka tak memahami caranya doa, karena caranya adalah meminta kepada Allah, pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan mungkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dg muslim lainnya adalah pertanyaan yg membuat hal yg halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim).

Yg paling pokok adalah berdoa, karerna memang ada pendapat para Mufassirin bahwa malam nisfu sya’ban adalah malam ditentukannya banyak takdir kita, walaupun pendapat yg lebih kuat adalah pd malam lailatul qadar, namun bukan berarti pendapat yg pertama ini batil, karena diakui oleh para muhadditsin, bisa saja saya cantumkan seluruh fatwa mereka akan malam nisfu sya’ban beserta bahasa arabnya, namun saya kira tak perlulah kita memperpanjang masalah ini pada orang yg dangkal pemahaman syariahnya, para ulama kita menyarankan membaca surat Yaasiin 3X, itu pula haram seseorang mengingkarinya, kenapa dilarang, apa dalilnya seseorang membaca surat Alqur’an? Mmelarangnya adalah haram secara mutlak.

Disunnahkan untuk memperbanyak shalat malam di malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa keesokannya, sebagaimana Hadits Rasul saw : 

“Bila sudah masuk Malam Nisfu Syaban maka bangunlah di malamnya (perbanyak shalat malam dan dzikir) dan berpuasalah di siang harinya, sungguh Allah turun ke langit yg terendah berhadapan dg bumi saat terbenamnya matahari di hari itu (turun ke langit yg terdekat dg bumi = mendekatkan Rahmat Nya kepada hamba Nya), dan berkata: adakah yg beristighfar kuampuni dosanya, adakah yg ditimpa musibah (yg berdoa) hingga kuangkat musibahnya, adakah yg meminta rizki akan kulimpahi rizki, adakah.... dan adakah ... . (Rasul saw menjelaskan banyak kemuliaan malam itu dari Allah swt menjawab doa doa kita).

Sumber :
- Tafsir Imam Qurtubi Juz 16 hal 127.
- Sunan Ibn Maajah hadits no. 1388

Walaupun ada pendapat bahwa riwayat ini tdk shahih, namun baik pula kita banyak bermunajat di malam ini karena Pengampunan Allah tercurah di malam ini, sebagaimana riwayat shahih dibawah ini.dan Rasul saw bersabda bahwa malam Nisfu Sya’ban Allah mengampuni semua hamba-Nya kecuali Musyrik dan orang yg suka iri dan dengki/pemfitnah. (Shahih Ibn Hibban hadits no.5667), (Mawarid Dhamaan hadits No.1980) (Sunan Tirmidzi hadits no.739)

Sumber: Majelis Rosulullah

Mahabbah Fil Qalby, Jawaban Habib Munzir tentang Malam Nisfu Sya'ban

CahCepoe bertanya:
Assalamu'alaikum Yaa Habib...
Semoga Allah menganugerahkan umur yang panjang dalam kesehatan atas Habib dan keluarga Habib!
Bib!saya baru saja membaca sebuah artikel yang menerangkan bahwa peringatan 15 Sya'ban adalah bid'ah. dengan alasan "Setiap ibadah yang dibahas adalah bukan hanya dilarang atau tidak, tetapi ada tuntunannya atau tidak". dan mereka berpendapat bahwa peringatan 15 Sya'ban baru muncul pada masa Tabi'in. Jaman Rasulullas saw dan sahabat tidak mengenal peringatan 15 sya'ban.
Mohon penjelasannya Bib! dan semoga penjelasan dari Habib menjadi dasar kemantapan di hati saya. Amin.
Terima kasih
Wassalamu'alaikum

Jawaban Habib Munzir:
Alaikumsalamm warahmatullah wabarakatuh,

Rahmat dan kesejukan jiwa semoga selalu menghiasi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
mengenai doa dimalam nisfu sya'ban adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits2 berikut :
Sabda Rasulullah saw : "Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya'ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin" (Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)

Berkata Aisyah ra : disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi', beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : "Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam Nisfu Sya'ban dan mengampuni dosa dosa hamba-Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba" (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)

Berkata Imam Syafii rahimahullah : "Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu Malam Jum'at, Malam Idhul Adha, Malam Idul Fitri, Malam Pertama bulan Rajab, dan Malam Nisfu Sya'ban" (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).

Dengan fatwa ini maka kita memperbanyak doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan di manapun, bila mereka melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya?

Pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan mungkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah saw : "sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dg muslim lainnya adalah pertanyaan yg membuat hal yg halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya" (Shahih Muslim)

Jumhur seluruh Madzhab memuliakan Malam Nisfu Sya'ban, sebagaimana diejlaskan kemuliaan kemuliaan malam itu pada Tafsir Imam Ibn Katsir, Tafsir Imam Attabari, Tafsir Imam Qurtubi, Tafsir Imam Assuyuthiy, juga pada Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari oleh Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy, juga Hujjatul Islam Al Imam Nawawi, juga pada Tuhfatul Ahwadziy Syarah Sunan Tirmidziy, Faidhul Qadir, Syarah Sunan Ibn Majah, dan banyak lagi,

Kesemuanya mengakui kemuliaan malam Nisfu Sya'ban dan sunnah memperbanyak doa di malam itu, dengan Alqur;an, dzikir, doa dll.

Maka yg mengingkarinya mereka tak punya alasan apa apa.

Ratusan hadits yg meriwayatkan kemuliaan malam nisfu sya'ban, saya dapat menampilkan 140 hadits mengenai kemuliaan malam Nisfu Sya'ban dan Rasul saw memperbanyak doa di malam itu.

Imam Syafii adalah salah satu yg mengajarkan membaca doa Yaasin 3X dimalam Nisfu Sya'ban, dan diikuti oleh ratusan pakar hadits dan Ulama, membaca Yaasiin 3x itu adalah saran para ulama, jika hal itu dikatakan bid'ah maka hal itu adalah bid'ah hasanah, sebagaimana banyak bid'ah2 hasanah yg juga dilakukan oleh para sahabat ra, karena telah diperbolehkan oleh Rasul saw dg hadits beliau saw :
"Barangsiapa membuat kebiasaan baru berupa kebaikan maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya, dan barangsiapa yg membuat kebiasaan buruk berupa kebaikan maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengamalkannya" (Shahih Muslim hadits no.1017).

Mengenai mengamalkan hadist dhoif???? Berikut penjelasan saya tentang hadits dhoif , saya telah menulis sebuah kitab berjudul "Kenalilah Akidahmu", dan berikut nukilan mengenai penjelasan Hadits Dhoif, namun saudaraku anda jangan tersinggung karena artikel ini untuk mereka kalangan yg mengingkari hadits dhoif

HADITS DHO’IF

Hadits Dhoif adalah hadits yg lemah hukum sanad periwayatnya atau pada hukum matannya, mengenai beramal dg hadits dhaif merupakan hal yg diperbolehkan oleh para Ulama Muhadditsin,
Hadits dhoif tak dapat dijadikan Hujjah atau dalil dalam suatu hukum, namun tak sepantasnya kita menafikan (meniadakan) hadits dhoif, karena hadits dhoif banyak pembagiannya,

Dan telah sepakat jumhur para ulama untuk menerapkan beberapa hukum dg berlandaskan dg hadits dhoif, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, menjadikan hukum bahwa bersentuhan kulit antara pria dan wanita dewasa tidak membatalkan wudhu, dengan berdalil pada hadits Aisyah ra bersama Rasul saw yg Rasul saw menyentuhnya dan lalu meneruskan shalat tanpa berwudhu, hadits ini dhoif, namun Imam Ahmad memakainya sebagai ketentuan hukum thaharah.

Hadits dhoif ini banyak pembagiannya, sebagian ulama mengklasifikasikannya menjadi 81 bagian, adapula yg menjadikannya 49 bagian dan adapula yg memecahnya dalam 42 bagian, namun para Imam telah menjelaskan kebolehan beramal dengan hadits dhoif bila untuk amal shalih, penyemangat, atau manaqib, inilah pendapat yg mu’tamad, namun tentunya bukanlah hadits dhoif yg telah digolongkan kepada hadits palsu.

Sebagian besar hadits dhoif adalah hadits yang lemah sanad perawinya atau pada matannya, tetapi bukan berarti secara keseluruhan adalah palsu, karena hadits palsu dinamai hadits munkar, atau mardud, Batil, maka tidak sepantasnya kita menggolongkan semua hadits dhaif adalah hadits palsu, dan menafikan (menghilangkan) hadits dhaif karena sebagian hadits dhaif masih diakui sebagai ucapan Rasul saw, dan tak satu muhaddits pun yg berani menafikan keseluruhannya, karena menuduh seluruh hadist dhoif sebagai hadits yg palsu berarti mendustakan ucapan Rasul saw dan hukumnya kufur.

Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yg sengaja berdusta dengan ucapanku maka hendaknya ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.110),

Sabda beliau SAW pula : "sungguh dusta atasku tidak sama dengan dusta atas nama seseorang, barangsiapa yg sengaja berdusta atas namaku maka ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.1229),

Cobalah anda bayangkan, mereka yg melarang beramal dengan seluruh hadits dhoif berarti mereka melarang sebagian ucapan / sunnah Rasul saw, dan mendustakan ucapan Rasul saw.

Wahai saudaraku ketahuilah, bahwa hukum hadits dan Ilmu hadits itu tak ada di zaman Rasulullah saw, ilmu hadits itu adalah Bid'ah hasanah, baru ada sejak Tabi'in, mereka membuat syarat perawi hadits, mereka membuat kategori periwayat yg hilang dan tak dikenal, namun mereka sangat berhati hati karena mereka mengerti hukum, bila mereka salah walau satu huruf saja, mereka bisa menjebak ummat hingga akhir zaman dalam kekufuran, maka tak sembarang orang menjadi muhaddits, lain dengan mereka ini yg dengan ringan saja melecehkan hadits Rasulullah saw.

Sebagaimana para pakar hadits bukanlah sebagaimana yg terjadi dimasa kini yg mengaku ngaku sebagai pakar hadits, seorang ahli hadits mestilah telah mencapai derajat Alhafidh, alhafidh dalam para ahli hadits adalah yg telah hafal 100 ribu hadits berikut hukum sanad dan matannya, sedangkan 1 hadits yg bila panjangnya hanya sebaris saja itu bisa menjadi dua halaman bila ditulis berikut hukum sanad dan hukum matannya, lalu bagaimana dg yg hafal 100 ribu hadits?.

Di atas tingkatan Al Hafidh ini masih adalagi yg disebut Alhujjah, yaitu yg hafal 300 ribu hadits dengan hukum matan dan hukum sanadnya, diatasnya adalagi yg disebut : Hakim, yaitu yg pakar hadits yg sudah melewati derajat Ahafidh dan Alhujjah, dan mereka memahami banyak lagi hadits hadits yg teriwayatkan.
(Hasyiah Luqathuddurar Bisyarh Nukhbatulfikar oleh Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Atsqalaniy).

Di atasnya lagi adalah derajat Imam, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1 juta hadits dengan sanad dan matannya, dan Ia adalah murid dari Imam Syafii rahimahullah, dan dizaman itu terdapat ratusan Imam imam pakar hadits.

Perlu diketahui bahwa Imam Syafii ini lahir jauh sebelum Imam Bukhari, Imam Syafii lahir pada th 150 Hijriyah dan wafat pd th 204 Hijriyah, sedangkan Imam Bukhari lahir pada th 194 Hijriyah dan wafat pada 256 Hijriyah, maka sebagaimana sebagian kelompok banyak yg meremehkan Imam syafii, dan menjatuhkan fatwa fatwa Imam syafii dg berdalilkan shahih Bukhari, maka hal ini salah besar, karena Imam Syafii sudah menjadi Imam sebelum usianya mencapai 40 tahun, maka ia telah menjadi Imam besar sebelum Imam Bukhari lahir ke dunia.
Lalu bagaimana dengan saudara saudara kita masa kini yg mengeluarkan fatwa dan pendapat kepada hadits hadits yg diriwayatkan oleh para Imam ini?, mereka menusuk fatwa Imam Syafii, menyalahkan hadits riwayat Imam Imam lainnya, seorang periwayat mengatakan hadits ini dhoif, maka muncul mereka ini memberi fatwa bahwa hadits itu munkar, darimanakah ilmu mereka?, apa yg mereka fahami dari ilmu hadits?, hanya menukil nukil dari beberapa buku saja lalu mereka sudah berani berfatwa, apalagi bila mereka yg hanya menukil dari buku buku terjemah, memang boleh boleh saja dijadikan tambahan pengetahuan, namun buku terjemah ini sangat dhoif bila untuk dijadikan dalil.

Saudara saudaraku yg kumuliakan, kita tak bisa berfatwa dengan buku buku, karena buku tak bisa dijadikan rujukan untuk mengalahkan fatwa para Imam terdahulu, bukanlah berarti kita tak boleh membaca buku, namun maksud saya bahwa buku yg ada zaman sekarang ini adalah pedoman paling lemah dibandingkan dengan fatwa fatwa Imam Imam terdahulu, terlebih lagi apabila yg dijadikan rujukan untuk merubuhkan fatwa para imam adalah buku terjemahan.

Sungguh buku buku terjemahan itu telah terperangkap dengan pemahaman si penerjemah, maka bila kita bicara misalnya terjemahan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ini hafal 1 juta hadits, lalu berapa luas pemahaman si penerjemah yg ingin menerjemahkan keluasan ilmu Imam Ahmad dalam terjemahannya?

Bagaimana tidak? Sungguh sudah sangat banyak hadits hadits yg sirna masa kini, bila kita melihat satu contoh kecil saja, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits, lalu kemana hadits hadits itu? Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad haditsnya hanya tertuliskan hingga hadits no.27.688, maka kira kira 970 ribu hadits yg dihafalnya itu tak sempat ditulis…!
Lalu bagaimana dengan ratusan Imam dan Huffadh lainnya? Lalu logika kita, berapa juta hadits yg sirna dan tak sempat tertuliskan? Mengapa?

Tentunya di masa itu tak semudah sekarang, kitab mereka itu ditulis tangan, bayangkan saja seorang Imam besar yg menghadapi ribuan murid2nya, menghadapi ratusan pertanyaan setiap harinya, banyak beribadah di malam hari, harus pula menyempatkan waktu menulis hadits dengan pena bulu ayam dengan tinta cair ditengah redupnya cahaya lilin atau lentera, atau hadits hadits itu ditulis oleh murid2nya dg mungkin 10 hadits yg ia dengar hanya hafal 1 atau 2 hadits saja karena setiap hadits menjadi sangat panjang bila dg riwayat sanad, hukum sanad, dan mustanadnya.
Bayangkan betapa sulitnya perluasan ilmu saat itu, mereka tak ada surat kabar, tak ada telepon, tak ada internet, bahkan barangkali pos jasa surat pun belum ada, tak ada pula percetakan buku, fotocopy atau buku yg diperjualbelikan.

Penyebaran ilmu dimasa itu adalah dengan ucapan dari guru kepada muridnya (talaqqiy), dan saat itu buku hanyalah 1% saja atau kurang dibanding ilmu yg ada pd mereka.

Lalu murid mereka mungkin tak mampu menghafal hadits seperti gurunya, namun paling tidak ia melihat tingkah laku gurunya, dan mereka itu adalah kaum shalihin, suci dari kejahatan syariah, karena di masa itu seorang yg menyeleweng dari syariah akan segera diketahui karena banyaknya ulama.

Oleh sebab itu sanad guru jauh lebih kuat daripada pedoman buku, karena guru itu berjumpa dengan gurunya, melihat gurunya, menyaksikan ibadahnya, sebagaimana ibadah yg tertulis di buku, mereka tak hanya membaca, tapi melihat langsung dari gurunya, maka selayaknya kita tidak berguru kepada sembarang guru, kita mesti selektif dalam mencari guru, karena bila gurumu salah maka ibadahmu salah pula.
Maka hendaknya kita memilih guru yg mempunyai sanad silsilah guru, yaitu ia mempunyai riwayat guru guru yg bersambung hingga Rasul saw.
Hingga kini kita ahlussunnah waljamaah lebih berpegang kepada silsilah guru daripada buku buku, walaupun kita masih merujuk pada buku dan kitab, namun kita tak berpedoman penuh pada buku semata, kita berpedoman kepada guru guru yg bersambung sanadnya kepada Nabi saw, ataupun kita berpegang pada buku yg penulisnya mempunyai sanad guru hingga nabi saw.

Maka bila misalnya kita menemukan ucapan Imam Syafii, dan Imam Syafii tak sebutkan dalilnya, apakah kita mendustakannya? Cukuplah sosok Imam Syafii yg demikian mulia dan tinggi pemahaman ilmu syariahnya, lalu ucapan fatwa fatwanya itu diteliti dan dilewati oleh ratusan murid2nya dan ratusan Imam sesudah beliau, maka itu sebagai dalil atas jawabannya bahwa ia mustahil mengada ada dan membuat buat hukum semaunya.

Maka muncullah di masa kini pendapat pendapat dari beberapa saudara kita yg membaca satu dua buku, lalu berfatwa bahwa ucapan Imam Syafii Dhoif, ucapan Imam Hakim dhoif, hadits ini munkar, hadits itu palsu, hadits ini batil, hadits itu mardud, atau berfatwa dengan semaunya dan fatwa fatwa mereka itu tak ada para Imam dan Muhaddits yg menelusurinya sebagaimana Imam imam terdahulu yang bila fatwanya salah maka sudah diluruskan oleh imam imam berikutnya, sebagaimana berkata Imam Syafii : 

“Orang yg belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yg mengumpulkan kayu baker digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yg terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433), berkata pula Imam Atsauri : 

“Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”, berkata pula Imam Ibnul Mubarak : 

“Pelajar ilmu yg tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433)

Semakin dangkal ilmu seseorang, maka tentunya ia semakin mudah berfatwa dan menghukumi, semakin ahli dan tingginya ilmu seseorang, maka semakin ia berhati hati dalam berfatwa dan tidak ceroboh dalam menghukumi.

Maka fahamlah kita, bahwa mereka mereka yg segera menafikan / menghapus hadits dhoif maka mereka itulah yg dangkal pemahaman haditsnya, mereka tak tahu mana hadits dhoif yg palsu dan mana hadits dhoif yg masih tsiqah untuk diamalkan, contohnya hadits dhoif yg periwayatnya maqthu’ (terputus), maka dihukumi dhoif, tapi makna haditsnya misalnya keutamaan suatu amal, maka para Muhaddits akan melihat para perawinya, bila para perawinya orang orang yg shahih, tsiqah, apalagi ulama hadits, maka hadits itu diterima walau tetap dhoif, namun boleh diamalkan karena perawinya orang orang terpercaya, Cuma satu saja yg hilang, dan yg lainnya diakui kejujurannya, maka mustahil mereka dusta atas hadits Rasul saw, namun tetap dihukumi dhoif, dan masih banyak lagi contoh contoh lainnya,

Masya Allah dari gelapnya kebodohan.. sebagaimana ucapan para ulama salaf : “dalam kebodohan itu adalah kematian sebelum kematian, dan tubuh mereka telah terkubur (oleh dosa dan kebodohan) sebelum dikuburkan”.

Walillahittaufiq

Senin, 17 Juni 2013

Kesaksian Tim Sarkub di KPI, Membungkam Jurnalisme Abal-abal Wahabi

Semua yang saya tuliskan di sini selain berdasarkan ingatan saya juga Alhamdulillah berhasil saya abadikan dalam beberapa potongan video yang akan di upload nanti di grup ataupun di web nya Sarkub. Dan saya tergerak untuk menulis laporan pandangan mata ini setelah membaca berita di Arrahmah.com yang dengan sembarangan menjelaskan hasil pertemuan ini seenak perutnya sendiri. 

Perwakilan Arrahmah.Com, GemaIslam.Com ataupun media Wahabi lainnya tak satupun hadir di pertemuan itu, namun jika anda membaca tulisan mereka maka nampak seakan akan mereka hadir disana. Bahkan mereka dengan lancang sekali mengatakan bahwa Khazanah agar tidak goyah dan tidak terpengaruh oleh bisikan-bisikan syetan yang menyesatkan. Sungguh sebuah perkataan yang keji mengingat tim Khazanahnya sendiri sudah meminta maaf secara terbuka dan berjanji untuk membetulkan kesalahan mereka tempo hari. 

Tampak sekali kalau mereka ingin kembali memanaskan suasana di dalam tubuh umat. Lagipula jika memang merasa berkepentingan akan kelangsungan dakwah tauhid (versi Wahabi) lantas kenapa pihak Arrahmah yang katanya adalah penegak tauhid ini tidak hadir ikut dalam pertemuan itu? Kenapa cuma berkoar-koar lewat tulisan seakan akan mereka hadir disana saat itu padahal artikelnya ternyata di dapat dari copas alias nyatut dari gemaislam.com? Bukankah ini mirip tabiatnya burung beo…? 

Hadirpun tidak namun memutar mutar berita sesuai agenda kepentingannya sendiri berdasarkan berita hasil copy paste pula…, inilah yang namanya Jurnalisme burung beo. Semoga umat Islam khususnya Aswaja tidak terkecoh lagi dengan pemberitaan yang sejenis setelah membaca laporan pandangan mata saya ini.

Sumber *

Keutamaan Bulan Ramadhan (Habib Novel, Ar Raudhoh, Solo, 14 Juni 2013)

Senin, 10 Juni 2013

Asmaul Husna dan Artinya

Asmaul Husna berasal dari kata ismi (nama) husna (baik). Artinya nama-nama yang terbaik. Nama-nama tersebut hanya dimiliki dan disandang oleh Allah SWT. Jumlahnya sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan). Sebagian besar nama dari Asmaul Husna terdapat dalam Al-Qur'an, hanya beberapa di antaranya terdapat dalam hadits.

Adanya Asmaul Husna diterangkan dalam Al Qur'an. "(Dialah) Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik". (QS. 20/Thoha: 8)

Asmaul Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya.

Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah ar-Rohman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asmaul Husna)." (QS. 17/ Al-Isro': 110)

"Allah memiliki Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-namaNya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. 7/ Al-A'rof: 180)

Yang dimaksud dengan "orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya" adalah orang-orang yang menyembah Allah dengan menyebut nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat keagungan Allah. Atau memakai Asmaul Husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah. Atau juga mempergunakan Asmaul Husna untuk nama-nama selain Allah.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...