/* embed JW Player Code */ /* embed JW Player Code */

Jumat, 03 April 2015

Soal Konflik Gus Nuril-Habib Ali, Ini Sikap PP Pagar Nusa

Ketua Umum Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa Aizzudin Abdurrahman (Gus Aiz) menyayangkan atas terjadinya kasus penghentian ceramah maulid yang melibatkan dua tokoh agama, KH Nuril Arifin yang juga Dewan Khos Pagar Nusa dengan Habib Ali bin Husein Assegaf dalam acara maulid Nabi di masjid As-Su’adah Jatinegara Jakarta Timur, Jumat (20/2) malam lalu.

Seperti diwartakan, Habib Ali bin Husein Assegaf Dzikir Nurul Habib menghentikan ceramah maulid yang disampaikan oleh Gus Nuril karena tidak sepakat dengan materi yang sedang disampaikan.

“Seharusnya tidak terjadi, apalagi di dalam sebuah acara sekelas maulid Nabi, semestinya mereka justru memberikan teladan yang baik kepada seluruh jama’ah yang hadir dan masyarakat Indonesia,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/2).

Gus Aiz menambahkan, masyarakat zaman sekarang mudah tersulut emosi melalui pemberitaan media. Apalagi sarana media penyebar informasi telah berkembang pesat, sehingga jika ada informasi terkait dengan masalah-masalah sensitif, sangat cepat tersebar.

“Tentu efeknya tidak baik di tengah-tengah masyarakat dan menimbulkan konflik sosial, karena melibatkan tokoh panutan,” ucapnya sembari menceritakan respon para anggota Pagar Nusa di berbagai daerah.

Tentu Pagar Nusa, lanjut Gus Aiz, tidak mentolerir model dakwah yang cenderung menebar kebencian. Ia menambahkan, bahwa selama ini, ceramah Gus Nuril memang selalu menekankan arti kerukunan antarumat beragama, pluralisme, tegaknya NKRI, dan lain-lain.

“Kami bukannya tidak setuju dengan Habib Ali yang menurut informasi membawa massa FPI,” jelasnya. “Tetapi kami juga tidak sependapat dengan tindakannya yang berupaya menghentikan ceramah Gus Nuril di tengah-tengah acara,” lanjutnya.

“Walau bagaimanapun, Pagar Nusa dari dulu tegas menolak model dakwah FPI yang cenderung fasad atau merusak, menganiaya, dan menuai kekerasan, meskipun dia seorang Habib,” tegas Gus Aiz.

Ia berharap, persoalan yang terjadi antara Gus Nuril dan Habib Ali tidak diperpanjang dan menghimbau para anggota Pagar Nusa untuk tidak tersulut emosi. Dia menambahkan, konflik lebih banyak mendatangkan kerusakan, apalagi hal itu dilakukan oleh tokoh panutan masyarakat.

“Kami hanya menghimbau, setidaknya bersikaplah seperti ulama-ulama zaman dulu, meski berbeda pendapat, tetapi mereka dapat menempatkan diri supaya kebaikan di tengah masyarakat tetap terjaga,” harapnya.

Ia menambahkan, panitia acara juga seharusnya mampu merancang acara dengan baik. Mulai dari tujuan, konsep, dan teknis acara sehingga tidak terjadi hal-hal demikian. (Fathoni *)

GUS NURIL DAN HABIB SYECH SALING HUJAT!!!

Selasa, 31 Maret 2015

Siapa Paling Dekat dengan Tuhan?


Tokoh agama Islam, Kristen, dan Budha sedang berdebat. Gus Dur tentu sebagai wakil dari agama Islam. Kala itu diperdebatkan mengenai agama mana yang paling dekat dengan Tuhan ?

Seorang biksu Budha menjawab duluan. “Agama sayalah yang paling dekat dengan Tuhan, karena setiap kita beribadah ketika memanggil Tuhan kita mengucapkan ‘Om’. Nah kalian tahu sendiri kan seberapa dekat antara paman dengan keponakannya?”

Seorang pendeta dari agama Kristen menyangkal.“Ya tidak bisa, pasti agama saya yang lebih dekat dengan Tuhan.” ujar pendeta

“Lah kok bisa ?” sahut biksu penasaran.

“Kenapa tidak,agama anda kalau memanggil Tuhan hanya om, kalau di agama saya memanggil tuhan itu ‘Bapa’ Nah kalian tahu sendiri kan lebih dekat mana anak sama bapaknya daripada keponakan dengan pamannya,” jawab pendeta.

Gus Dur yang belum mengeluarkan argumen masih tetap tertawa malah terbahak-bahak setelah mendengar argumen dari pendeta.

“Loh kenapa anda kok tertawa terus?” tanya pendeta penasaran.

“Apa anda merasa bahwa agama anda lebih dekat dengan tuhan?” sahut biksu bertanya pada Gus Dur.

Gus Dur masih saja tertawa sambil mengatakan “Ndak kok, saya ndak bilang gitu, boro-boro dekat justru agama saya malah paling jauh sendiri dengan Tuhan.” jawab Gus Dur dengan masih tertawa.

“Lah kok bisa ?” tanya pendeta dan biksu makin penasaran.

“ Lah gimana tidak, lah wong kalau di agama saya itu kalau memanggil Tuhan saja harus memakai Toa (pengeras suara),” jawab Gus Dur.

Sumber *

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...