/* embed JW Player Code */ /* embed JW Player Code */

Selasa, 04 Februari 2014

Keistimewaan Santri Pondok Al-Ittifaq Ciburial: Tarekat 'Sayuriah'

Suasana Pondok Pesantren Al-Ittifaq itu agak berbeda dengan pesantren pada umumnya. Para santri tampak sibuk mengolah berbagai macam sayuran di garasi rumah Kiai Haji Fuad Affandi, pemimpin Pondok Pesantren, yang berada di Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, pada Kamis, 30 Januari 2014. Sejumlah santri sedang memilah sayuran berdasarkan kelayakannya untuk bisa dijual ke pasar swalayan, sementara santri yang lain menempelkan logo pesantrennya.

Mang Haji--sapaan Fuad Affandi--memang terkenal sebagai pengusaha pertanian organik teladan dengan seabrek penghargaan. Sudah sepuluh tahun pondok itu memproduksi dan memasarkan sayuran organik. “Mang Haji ingin santri-santrinya tidak hanya menjadi kiai, tapi juga bisa menjadi pengusaha mandiri dan memiliki keterampilan lain, khususnya pertanian,” kata Zaenal Arifin, cucu Fuad dan pengelola pondok ini.

Fuad belajar bertani dari orang tuanya dan Balai Penelitian Sayur Lembang, Bandung. Pada mulanya, dia dan santrinya menanam sepuluh jenis sayuran di lahan seluas lima tumbak, atau sekitar 70 meter persegi. Kini pondok itu punya 14 hektare lahan dengan 132 macam sayuran organik dan semiorganik yang dikelola 326 santri.

Fuad juga menggerakkan petani di sekitarnya untuk mengembangkan usaha serupa. Bersama para petani itu, mereka bisa memasok tiga-empat ton sayuran setiap hari ke pasar swalayan, restoran, hotel, dan rumah sakit di Bandung serta Jakarta.

Pipin--panggilan akrab Zaenal--menjelaskan bahwa para santri diajari untuk menjaga pasokan ke pasar modern dengan menerapkan 3-K, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Maksudnya, pondok itu harus bisa memenuhi pesanan pelanggan sesuai dengan jumlah permintaan, mengantisipasi jumlah pasokan, dan terus-menerus memasoknya.

Mang Haji, kata Pipin, juga menerapkan tiga moto, yaitu jangan sampai ada sejengkal tanah yang tidur, jangan sampai ada sedikit waktu yang nganggur, dan jangan ada sampah yang ngawur. "Maksudnya, di mana pun ada lahan kosong, kita coba tanami sayuran. Kalau dibiarkan, kan, sayang," ujarnya.

Kegiatan bertani ini juga punya pijakan keagamaan. Fuad mengajarkan menanam sama dengan berzikir kepada Allah. “Bayangkan jika berhektare-hektare tanaman yang kita tanam, maka semakin banyak pula tasbih yang ditujukan pada Allah. Menanam itu sama dengan berzikir. Itulah tarekat ‘sayuriah’,” kata Pipin, menirukan ucapan Fuad. Sumber *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...